Sahabat, pernah gak sih membayangkan, seandainya kita hidup sezaman dengan Rasulullah SAW? Mungkinkah kita orang-orang yang sangat dekat dengan Nabi? Atau justru kita orang-orang yang selalu menentang Nabi? Mungkinkah kita orang-orang yang selalu terdepan membela agama Allah yang dibawa Rasul? Ataukah orang-orang yang paling depan menentang Nabi?
Jikalau dengan izin Allah, kita terlahir di zaman Rasul, dengan kadar keimanan kita yang seperti ini, mungkinkah kita akan menjadi salah satu sahabat Nabi? Mungkinkah salah satu jamaahnya Nabi? Atau salah satu kader terpercayanya Nabi? Ataukah salah satu panglima perang yang luar biasa hebatnya? Atau hanya sekedar manusia biasa, yang hidup di zaman Nabi, tanpa sedikitpun menggoreskan tinta emas sejarah peradaban dunia?
Jikalau kita menjadi salah satu dari sahabat nabi, dengan keimanan kita yang seperti ini, ada di bagian manakah kita? Seberapa istiqomahkah kita bisa menjalani satu kebaikan, seperti yang dicontohkan para sahabat Nabi Abu Bakar, yang benar, membenarkan dan dibenarkan... Mengapa? Karena teguh untuk yakin pada apa yang berasal dari Allah, dan dibawa Rasulullah, yang keimanannya luar biasa.
"Andaikan iman seluruh manusia ditimbang dengan keimanan seorang Abu Bakar, niscaya lebih berat iman seorang Abu Bakar." Subhanallah... orang yang sangat dicintai Nabi, jikalau Nabi boleh mengambil kekasih selain Allah, maka iapun akan mengangkat Abu Bakar sebagai kekasihnya.
Atau seperti Umar bin Khattab, sang Al Faruq, ia sosok yang tak pernah menyembunyikan perasaannya. Jujur pada dirinya dan pada Allah, jujur pada manusia. Keras, tak kenal takut, bahkan setanpun lari ketika bertemu dengannya. Beliau juga yang mengantarkan perang-perang besar, dakwah yang terang-terangan. "Bukankah kita berada di atas kebenaran? Bukankah mereka diatas kebathilan?" Ia keras, sangat keras, namun ada suatu saat ia manusia terlembut, yaitu saat memimpin.
Ataukah seperti Utsman, Utsman Dzun Nurain atau lebih dikenal dengan Utsman bin Affan, si pemalu berakhlak mulia, yang malunya tak hanya pada manusia, tapi ia lebih malu terhadap Allah. Mandinya Utsman takkan dilakukan kecuali dalam keadaan pintu rumah terkunci, semua lubang ditutup di kamar yang paling terkendali dan terkunci, dalam sebuah bilik rapat di kamar itu, dan dipasang selubung kain yang tinggi. Itupun Utsman tidak bisa menegakkan punggungnya karena rasa malu. Ia malu jika nikmat-nikmat Allah tak bisa ia nafkahkan di jalanNya. Ia malu, jika ia kenyang namun penduduk Madinah ditimpa paceklik. Maka 1000 unta penuh muatan ia bagikan gratis kepada penduduk. (emm, kapan ya para pemimpin kita seperti ini?)
"Tidak akan membahayakan Utsman," sabda sang Nabi, "Apapun yang dia lakukan hari ini," dan Utsmanpun semakin merasa malu. Sampai di sini, adakah kita pantas menjadi salah satu sahabat Nabi?
Atau seperti Ali yang ceria? Seorang pemuda yang luar biasa, yang menggantikan tidur Rasulullah ketika terjadi kepungan. Atau seperti pedang Allah yang terhunus, Khalid bin Walid, yang memang hanya hapal sedikit ayat, namun luka di tubuhnya karena perang membela agama Allah, kelak akan menjadi saksi? Bagaimana dengan Abdurrahman bin Auf yang diberkahi dalam shodaqoh dan simpanannya. Atau bagaimana dengan Thalhah? Seorang perwira, yang menjadi perisai hidup Nabi, yang di tubuhnya ada 70 sayatan pedang, hujaman tombak dan tusukan panah. Maka jadilah ia seorang syahid yang berjalan di muka bumi. Masya Allah...
Ah... kurasa, masih banyak para pejuang dan sahabat Nabi di masa itu yang tak kalah luar biasanya. Lalu ada di mana kita? Masya Allah, kita dilahirkan di zaman ini, zaman dimana Rasul telah menjadi sebuah sejarah dunia yang luar biasa, yang keagungannya tak terbantahkan. Yang akhlaknya dapat mudah kita dengar di mana-mana. Di mana orang-orang yang mencintainya mudah kita temukan, yang sejak lahir ke duniapun kita sudah dikenalkan dengan beliau melalui kedua orangtua kita.
Tapi, jangan khawatir sobat... mungkin kita tidak ada apa-apanya dengan sahabat Nabi pada zaman itu. Tapi dengarlah dialog Nabi dengan para sahabat yang begitu menyejukkan hati. Dikutip dari tafsir Al Kabir, karya Al-Fakhr al-Razi:
“Menurut kalian, siapa yang imannya paling menakjubkan (man a’jabakum imanan)?"
Para sahabat menjawab, "Para malaikat, Ya Rasulullah."
Nabi berkata: "Bagaimana mungkin para malaikat tak beriman, padahal mereka berada di samping ‘arasy Tuhan?"
Para sahabat berkata: "Kalau begitu, para nabi Ya Rasulullah.
Nabi menjawab: "Bagaimana mungkin para nabi tak beriman, padahal kepada mereka turun wahyu Tuhan.
Kata para sahabat: "Kalau begitu, kami ya Rasulullah, kami sahabatmu."
Nabi bersabda, "Bagaimana mungkin kalian tak beriman, padahal aku berada di tengah-tengah kalian. Telah kalian saksikan apa yang kalian saksikan."
Menurut hadis ini, mungkin sebagian sahabat beriman karena menyaksikan mukjizat dan peristiwa-peristiwa agung yang menyertai kenabian Rasulullah Saw. Al-Fakhr al-Razi dalam tafsir Al-Kabir, meneruskannya dengan mengabarkan sabda Nabi:
“Yang paling menakjubkan imannya adalah mereka yang datang setelah kalian. Mereka yang beriman kepadaku padahal aku tidak berada di tengah mereka. Mereka yang mengimaniku tanpa pernah berjumpa denganku, yang mengikuti ajaranku seraya merindukanku. Duhai betapa aku merindukan mereka (diulang sampai tiga kali). Merekalah saudara-saudaraku.
Para sahabat berkata, “Bukankah kami ini saudaramu juga, Ya Rasulullah?”
Nabi menjawab: “Antum Ashhabi. Kalian adalah sahabat-sahabatku. (Sedangkan) Merekalah saudara-saudaraku."
Subhanallah... Mungkinkah yang disebut Nabi adalah kita? Orang yang hidup setelah zaman Nabi. Yang begitu mencintai Rasul, padahal tak sekalipun pernah bertemu Yang begitu merindukan beliau, padahal tak pernah sekalipun bertatap muka dengan beliau. Yang sangat mencintai sunnah-sunnah beliau, tanpa ada sedikitpun keraguan dalam hatinya. Benarkah kita yang disebut?
Coba tanyakan pada hatimu. Seberapa besar kita mencintai Rasul. Seberapa besar kita merindukan Rasul, sehingga Rasulpun merindukan kita. Insya Allah... Sebuah rindu yang tiada bertepi pada Rasul Muhammad saw.
Sedikit renungan, dalam mencapai kasih sayang Allah dan Rasul...
Semoga bermanfaat...
Selasa, 17 Januari 2012
Seandainya kita hidup di zaman Rasulullah...
Minggu, 15 Januari 2012
manfaat rajin introspeksi diri
Setelah kita mengetahui cara-cara mengevaluasi diri, perlu kiranya kita tahu apa manfaat dari mengintrospeksi diri. Dengan mengetahui hal ini barangkali kita rajin untuk merutinkannya setiap saat.
Mengintrospeksi diri memiliki beberapa faedah, yaitu:
Pertama, musibah terangkat dan hisab diringankan
Pada lanjutan atsar Umar di atas disebutkan bahwa sebab terangkatnya musibah dan diringankannya hisab di hari kiamat adalah ketika seorang senantiasa bermuhasabah. Umar radhiallahu anhu mengatakan,
Ketika berbagai kerusakan telah merata di seluruh lini kehidupan, maka jalan keluar dari hal tersebut adalah dengan kembali (rujuk) kepada ajaran agama sebagaimana yang disabdakan nabi shallallahu alaihi wa sallam,
Dalam riwayat lain, disebutkan dengan lafadz,
Anda dapat memperhatikan bahwa rujuk dengan mengoreksi diri merupakan langkah awal terangkatnya musibah dan kehinaan.
Kedua, hati lapang terhadap kebaikan dan mengutamakan akhirat daripada dunia
Demikian pula, mengoreksi kondisi jiwa dan amal merupakan sebab dilapangkannya hati untuk menerima kebaikan dan mengutamakan kehidupan yang kekal (akhirat) daripada kehidupan yang fana (dunia). Dalam sebuah hadits yang panjang dari Ibnu Mas’ud disebutkan, “Suatu ketika seorang raja yang hidup di masa sebelum kalian berada di kerajaannya dan tengah merenung. Dia menyadari bahwasanya kerajaan yang dimilikinya adalah sesuatu yang tidak kekal dan apa yang ada di dalamnya telah menyibukkan dirinya dari beribadah kepada Allah. Akhirnya, dia pun mengasingkan diri dari kerajaan dan pergi menuju kerajaan lain, dia memperoleh rezeki dari hasil keringat sendiri. Kemudian, raja di negeri tersebut mengetahui perihal dirinya dan kabar akan keshalihannya. Maka, raja itupun pergi menemuinya dan meminta nasehatnya. Sang raja pun berkata kepadanya, “Kebutuhan anda terhadap ibadah yang anda lakukan juga dibutuhkan oleh diriku”. Akhirnya, sang raja turun dari tunggangannya dan mengikatnya, kemudian mengikuti orang tersebut hingga mereka berdua beribadah kepada Allah azza wa jalla bersama-sama” [Hasan. HR. Ahmad].
Perhatikan, kemampuan mereka berdua untuk mengoreksi kekeliruan serta keinginan untuk memperbaiki diri setelah dibutakan oleh kekuasaan, timbul setelah merenungkan dan mengintrospeksi hakikat kondisi mereka.
Ketiga, memperbaiki hubungan diantara sesama manusia
Introspeksi dan koreksi diri merupakan kesempatan untuk memperbaiki keretakan yang terjadi diantara manusia. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
Menurut anda, bukankah penangguhan ampunan bagi mereka yang bermusuhan, tidak lain disebabkan karena mereka enggan untuk mengoreksi diri sehingga mendorong mereka untuk berdamai?
Keempat, terbebas dari sifat nifak
Sering mengevaluasi diri untuk kemudian mengoreksi amalan yang telah dilakukan merupakan salah satu sebab yang dapat menjauhkan diri dari sifat munafik. Ibrahim at-Taimy mengatakan,
Ibnu Abi Malikah juga berkata,
Ketika mengomentari perkataan Ibnu Abi Malikah, Ibnu Hajar mengutip perkataan Ibnu Baththal yang menyatakan,
Kesimpulannya, seorang muslim sepatutnya mengakui bahwa dirinya adalah tempatnya salah dan harus mencamkan bahwa tidak mungkin dia terbebas dari kesalahan. Pengakuan ini mesti ada di dalam dirinya, agar dia dapat mengakui kesalahan-kesalahan yang dilakukannya sehingga pintu untuk mengoreksi diri tidak tertutup bagi dirinya. Allah ta’ala berfirman,
Manusia merupakan makhluk yang lemah, betapa seringnya dia memiliki pendirian dan sikap yang berubah-ubah. Namun, betapa beruntungnya mereka yang dinaungi ajaran agama dengan mengevaluasi diri untuk berbuat yang tepat dan mengoreksi diri sehingga melakukan sesuatu yang diridhai Allah. Sesungguhnya rujuk kepada kebenaran merupakan perilaku orang-orang yang kembali kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya.
Disadur dari artikel al-Muraja’ah wa at-Tashhih
Penulis: Muhammad Nur Ichwan Muslim
Artikel www.ikhwanmuslim.com, dipublish ulang oleh www.remajaislam.com
Mengintrospeksi diri memiliki beberapa faedah, yaitu:
Pertama, musibah terangkat dan hisab diringankan
Pada lanjutan atsar Umar di atas disebutkan bahwa sebab terangkatnya musibah dan diringankannya hisab di hari kiamat adalah ketika seorang senantiasa bermuhasabah. Umar radhiallahu anhu mengatakan,
وَإِنَّمَا يَخِفُّ الحِسَابُ يَوْمَ القِيَامَةِ عَلَى مَنْ حَاسَبَ نَفْسَهُ فِي الدُّنْيَا
“Sesungguhnya hisab pada hari kiamat akan menjadi ringan hanya bagi orang yang selalu menghisab dirinya saat hidup di dunia” [HR. Tirmidzi].Ketika berbagai kerusakan telah merata di seluruh lini kehidupan, maka jalan keluar dari hal tersebut adalah dengan kembali (rujuk) kepada ajaran agama sebagaimana yang disabdakan nabi shallallahu alaihi wa sallam,
إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ ، وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ، وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ، وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ، سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا لَا يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ
“Apabila kamu berjual beli dengan cara inah (riba), mengambil ekor-ekor sapi (berbuat zhalim), ridha dengan pertanian (mementingkan dunia) dan meninggalkan jihad (membela agama), niscaya Allah akan menimpakan kehinaan kepada kalian, Dia tidak akan mencabutnya sampai kalian kembali kepada ajaran agama”Dalam riwayat lain, disebutkan dengan lafadz,
حتى يراجعوا دينهم
“Hingga mereka mengoreksi pelaksanaan ajaran agama mereka” [Shahih. HR. Abu Dawud].Anda dapat memperhatikan bahwa rujuk dengan mengoreksi diri merupakan langkah awal terangkatnya musibah dan kehinaan.
Kedua, hati lapang terhadap kebaikan dan mengutamakan akhirat daripada dunia
Demikian pula, mengoreksi kondisi jiwa dan amal merupakan sebab dilapangkannya hati untuk menerima kebaikan dan mengutamakan kehidupan yang kekal (akhirat) daripada kehidupan yang fana (dunia). Dalam sebuah hadits yang panjang dari Ibnu Mas’ud disebutkan, “Suatu ketika seorang raja yang hidup di masa sebelum kalian berada di kerajaannya dan tengah merenung. Dia menyadari bahwasanya kerajaan yang dimilikinya adalah sesuatu yang tidak kekal dan apa yang ada di dalamnya telah menyibukkan dirinya dari beribadah kepada Allah. Akhirnya, dia pun mengasingkan diri dari kerajaan dan pergi menuju kerajaan lain, dia memperoleh rezeki dari hasil keringat sendiri. Kemudian, raja di negeri tersebut mengetahui perihal dirinya dan kabar akan keshalihannya. Maka, raja itupun pergi menemuinya dan meminta nasehatnya. Sang raja pun berkata kepadanya, “Kebutuhan anda terhadap ibadah yang anda lakukan juga dibutuhkan oleh diriku”. Akhirnya, sang raja turun dari tunggangannya dan mengikatnya, kemudian mengikuti orang tersebut hingga mereka berdua beribadah kepada Allah azza wa jalla bersama-sama” [Hasan. HR. Ahmad].
Perhatikan, kemampuan mereka berdua untuk mengoreksi kekeliruan serta keinginan untuk memperbaiki diri setelah dibutakan oleh kekuasaan, timbul setelah merenungkan dan mengintrospeksi hakikat kondisi mereka.
Ketiga, memperbaiki hubungan diantara sesama manusia
Introspeksi dan koreksi diri merupakan kesempatan untuk memperbaiki keretakan yang terjadi diantara manusia. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَبْوَابَ الْجَنَّةِ تُفْتَحُ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيسِ، فَيُغْفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا، إِلَّا رَجُلٌ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ، فَيُقَالُ: أَنْظِرُوهُمَا حَتَّى يَصْطَلِحَا ” مَرَّتَيْنِ
“Sesungguhnya pintu-pintu surga dibuka pada hari Senin dan Kamis, di kedua hari tersebut seluruh hamba diampuni kecuali mereka yang memiliki permusuhan dengan saudaranya. Maka dikatakan, “Tangguhkan ampunan bagi kedua orang ini hingga mereka berdamai” [Sanadnya shahih. HR. Ahmad].Menurut anda, bukankah penangguhan ampunan bagi mereka yang bermusuhan, tidak lain disebabkan karena mereka enggan untuk mengoreksi diri sehingga mendorong mereka untuk berdamai?
Keempat, terbebas dari sifat nifak
Sering mengevaluasi diri untuk kemudian mengoreksi amalan yang telah dilakukan merupakan salah satu sebab yang dapat menjauhkan diri dari sifat munafik. Ibrahim at-Taimy mengatakan,
مَا عَرَضْتُ قَوْلِي عَلَى عَمَلِي إِلَّا خَشِيتُ أَنْ أَكُونَ مُكَذِّبًا
“Tidaklah diriku membandingkan antara ucapan dan perbuatanku, melainkan saya khawatir jika ternyata diriku adalah seorang pendusta (ucapannya menyelisihi perbuatannya).”Ibnu Abi Malikah juga berkata,
أَدْرَكْتُ ثَلاَثِينَ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، كُلُّهُمْ يَخَافُ النِّفَاقَ عَلَى نَفْسِهِ، مَا مِنْهُمْ أَحَدٌ يَقُولُ: إِنَّهُ عَلَى إِيمَانِ جِبْرِيلَ وَمِيكَائِيلَ
“Aku menjumpai 30 sahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam, merasa semua mengkhawatirkan kemunafikan atas diri mereka. Tidak ada satupun dari mereka yang mengatakan bahwa keimanannya seperti keimanan Jibril dan Mikail” [HR. Bukhari].Ketika mengomentari perkataan Ibnu Abi Malikah, Ibnu Hajar mengutip perkataan Ibnu Baththal yang menyatakan,
إِنَّمَا خَافُوا لِأَنَّهُمْ طَالَتْ أَعْمَارُهُمْ حَتَّى رَأَوْا مِنَ التَّغَيُّرِ مَا لَمْ يَعْهَدُوهُ وَلَمْ يَقْدِرُوا عَلَى إِنْكَارِهِ فَخَافُوا أَنْ يَكُونُوا دَاهَنُوا بِالسُّكُوتِ
“Mereka khawatir karena telah memiliki umur yang panjang hingga mereka melihat berbagai kejadian yang tidak mereka ketahui dan tidak mampu mereka ingkari, sehingga mereka khawatir jika mereka menjadi seorang penjilat dengan sikap diamnya” [Fath al-Baari 1/111].Kesimpulannya, seorang muslim sepatutnya mengakui bahwa dirinya adalah tempatnya salah dan harus mencamkan bahwa tidak mungkin dia terbebas dari kesalahan. Pengakuan ini mesti ada di dalam dirinya, agar dia dapat mengakui kesalahan-kesalahan yang dilakukannya sehingga pintu untuk mengoreksi diri tidak tertutup bagi dirinya. Allah ta’ala berfirman,
إن الله لا يغير ما بقوم حتى يغيروا ما بأنفسهم
“Allah tidak akan mengubah kondisi suatu kaum sampai mereka mengubahnya sendiri” (Al-Ra`d 11).Manusia merupakan makhluk yang lemah, betapa seringnya dia memiliki pendirian dan sikap yang berubah-ubah. Namun, betapa beruntungnya mereka yang dinaungi ajaran agama dengan mengevaluasi diri untuk berbuat yang tepat dan mengoreksi diri sehingga melakukan sesuatu yang diridhai Allah. Sesungguhnya rujuk kepada kebenaran merupakan perilaku orang-orang yang kembali kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya.
Disadur dari artikel al-Muraja’ah wa at-Tashhih
Penulis: Muhammad Nur Ichwan Muslim
Artikel www.ikhwanmuslim.com, dipublish ulang oleh www.remajaislam.com
hanya karena ALLAH
Allah yang maha agung, maha menatap, maha mendengar, maha memperhatikan, Dia tahu apa yang kita lakukan
Tidak satupun lirikan mata yang luput dari pengetahuan Allah
Tidak ada satu katapun yang terucap yang tidak didengar oleh pendengaran Allah yang maha mendengar
Saat ini kita dihargai orang lain, teman, orang tua sesungguhnya bukan kemuliaan yang kita miliki melainkan karena Allah yang masih menutupi aib kita
Wahai saudaraku sekalian, sesungguhnya kian lama kia dekat dengan kepulangan kita
Kain kafan akan ada saatnya akan dibungkuskan ke badan kita
Alangkah beruntungnya jikalau kematian datang kita benar benar sudah siap
Dosa sudah diampuni oleh Allah, badan kita terbasuh air wudhu
Alangkah indahnya jikalau malaikat maut menjemput dengan paras yang teramat indah
Kening kita usai berwujud, lisan kita sedang lirih menyebut nama Allah
Keringat kita sedang bersimbah berjuang dijalan Allah
Alangkah indahnya jikalau kematian datang orang tua ridho kepada kita,
orang orang yang kita sakiti sudah memaafkan tidak ada hutang piutang
Alangkah indahnya jikalau kematian datang air mata kita sedang menetes ingat dan rindu kepada Allah
Kita lepas ajal kita dengan kemuliaan dengan khusnul khotimah
Tapi alangkah banyaknya orang orang yang mati dengan keadaan sebaliknya
Mati dalam keadaan dosa
Mati di tempat zina
Mati dikutuk dan dilaknat orang tua
Mati dengan berselimut harta haram
Wahai saudaraku, hidup di dunia hanya sebentar, Allah yang menciptakan kita memilih kita menjadi manusia,
bukan menjadi hewan atau tumbuh tumbuhan
Diantara bermilliaran manusia, kita ditakdirkan menjadi orang islam
Betapa banyaknya manusia yang tidak mengenal islam
Diantara begitu banyak orang islam banyak yang tidak mengenal sujud dan tausiah, Allhamdullilah
Kening ini sering diberi kesempatan untuk bersujud, Allhamdullilah
Otak kita dibuat cerdas tidak menjadi orang yang hilang ingatan
Allah memberi mata kepada kita sehingga kita bisa melihat indahnya alam
Kita diberi telinga yang dapat mendengar dengan jelas mendengar suara adzan, mendengar suara bayi
yang menangis & dapat menerima ilmu, Allhamdullilah
Padahal mudah bagi Allah untuk mengambil telinga ini mudah bagi Allah untuk menghendaki dunia ini menjadi sepi seketika
Allah memberikan kita lidah yang bisa bersuara walaupum Allah tahu betapa banyak dusta yang kita ucapkan,
betapa banyalk fitnah yang kita sebar dari mulut kita
Allah maha tahu perasaan yang tercabik akibat lisan kita
Tapi Allah masih memberikan kesempatan untuk menyebut namanya
Dituntun untuk bisa istigfar padahal mudah bagi Allah untuk menjadikan
mulut ini tidak bersuara
Allah maha tahu bagaimana kita riya dengan tubuh ini,
memamerkan tubuh kita sehingga orang lain tergelincir
Atau kita sering kecewa mengutuk tubuh ini
Allah maha tahu betapa kening ini betapapun bersujud jarang khusu ingat kepada Allah
Allah maha tahu keadaan hati kita yang petantang petenteng, sombong, merasa hebat padahal yang
kita sombongkan adalah titipan Allah
Andaikan hari ini malaikat maut berada dihadapan kita,
bekal yang mana yang bisa kita bawa pulang ?
bukanlah kita pasti mati ?
Bukannya semua akan diperhitungkan, mau pulang kemana ?
Saudara saudaraku bukanlah kita ingin pulang kepada Allah ?
Kita sering meminta surga tapi amalan kita amalan neraka, kita sering meminta selamat tetapi perbuatan kita celaka
Kepada orang tua kita sering durhaka, berbulan bulan kita menghisap darahnya dalam kandungan
Berdiri sulit, berbaring sulit, Kita terlahir bersimbah darah, dua tahun kita hisap air susunya
Belasan tahun kita hisap keringat dan tenaganya
Berapa banyak kata - kata kita mengirisnya, berapa banyak sorot mata kita menghujam melukai perasaannya
berapa kali kita memalingkan wajah dengan ketus kepadanya
Berapa kali kita menghardik dan mendustakannya, padahal amalan yang dicintai Allah adalah doa kita kepada orang tua
Saudaraku, durhaka kepada orang tua didahulukan sisanya di dunia
Mungkin orang tua kita berlumur keringat dan dosa karena ingin melihat kita berbahagia ,
agar kita bisa makan, agar kita punya sepatu, agar kita dihargai teman teman
Mereka membanting tulang memeras keringat, kadang mengabaikan sujud dan sholat mereka
KEMATIANKU .....
Wahai saudaraku apabila malam ini malaikat maut menghampiri kita maka sholat kita hari ini adalah sholat terakhir kita
Wahai saudaraku, ingatlah satu desah nafas adalah satu langkah menuju kubur kita
Semakin hari sesungguhnya kita semakin dekat degan kematian kita
Kematian bukan hanya milik orang lain tapi juga milik kita
Ingatlah bahwa ajal dapat menjemput kita dimana saja mungkin dikala tidur,
dikala berjalan. Ingatlah bahwa ajal tidak bisa diduga
Wahai saudara saudaraku, kita pasti akan mati dan kita pasti akan mempertanggung jawabkan apapun yg kita lakukan
Tidak ada sedikit pun yg kita lakukan akan kembali kepada kita sendiri
Allah melihat persis apa yg kita lakukan tidak ada yg tersembunyi
Siapkah kita andaikata malaikat maut menjemput kita hari ini ?
Ingatlah pada syarakatul maut adalah saat yg sangat pahit
Kita sering melihat bagaimana hewan kurban yg tidak punya dosa,
Allah memperlihatkan kepada kita pahit nya saat ajal memisah dari tubuh kita mata terbeliak lidah menjulur,
badan menggelepar glepar sesungguhnya kitapun akan demikian
Walaupun tampak tenang sesungguhnya pahit kecuali Bagi orang orang yang merindukan Allah
Andaikata kita sudah mati tidak ada lagi yang bisa menolong , harta harta kita yang mati matian kita kumpulkan
tak bisa kita bawa karna bukan milik kita tapi milik Allah
Tinggal sehelai kain kafan yang dililitkan ditubuh kita
Bayangkanlah apabila tubuh ini sudah kaku,wajah ini sudah beku
Kain kafan sudah mulai dibungkus
Bersyukur kalau kita ada yang mengurus
Bayangkanlah bila tubuh kita sudah terbukur kaku bersyukur bila ada yang menyolatkan kita
Istri, suami, anak anak kita hanya bisa menangis disekitar kita
Kita akan diusung ke kamar kita yang baru, yaitu ke liang lahat
Wajah kita akan dibuka untuk menyentuh tanah dan papan akan ditutup disekitar kita
Pelan pelan orang yang kita cintai akan menaburkan tanah sehingga semakin gelap, semakin kini sendiri
Tanah semakin penuh, semakin jauh dari mereka
Mungkinkah nanti anak anak kita yang menaburkan tanah, sahabat sahabat kita
Inilah pertemuan terakhir dengan mereka
Tinggallah kita sendiri di liang lahat, mereka semua akan pulang
Belatung, cacing sudah mulai mengunyah tubuh kita
Tapi yang menjadi masalah ketika mulai datang malaikat kubur,
Mungkin pertanyaannya: "wahai mahluk malang berpuluh puluh tahun engkau hidup di dunia "
Betapa banyaknya engkau menghianati Allah yang selalu menjamumu
Betapa banyak nikmatnya dan kau balas dengan penghianatan
Mungkin saat itu dinding kubur mulai menghimpit tubuh
Sebetulnya sholat kita akan membela tetapi sholat kita terlalu lemah, karena tidak pernah khusu
Mungkin sedekah kita akan membela tapi sedekah kita terlalu lemah karena kita terlampau kikir
Mungkin saum kita akan menolong tapi saum kita hanya saum perut, mata tidak pernah saum, mulut tidak
pernah saum, hanya bisa menyakiti orang lain
Mungkin haji kita akan menolong tapi haji kita haji mardun, yang tertolak karena niatnya tidak benar
Tinggallah kita menderita, paling hanya doa anak dan keluarga kita yang kita tunggu tunggu, tapi bagaimana ?
Mereka tidak bisa berdoa karna kita tidak pernah mengajarkan mengenal Allah dengan baik
Tahukah saudaraku, siksa kubur terhenti apabila anak kita berdoa atau orang yang Allah titipkan
Doa tersebut bagai cahaya yang masuk sehingga kubur kita menjadi terang benerang
Berbahagialah bagi orang orang yang cukup bekal, kubur akan menjadi salah satu kenikmatan
Sholatnya menjadi cahaya terang benerang ,
sedekahnya menjadi ganjaran,
wakafnya menjadi pahala yang tak pernah putus,
orang orang yang ditolong akan selalu mendoakan, ilmu yang diajarkan akan mengalir tiga ganjaran
Wahai saudaraku, kenapa kita selalu mengganggap kematian itu keliatannya adalah untuk orang lain, padahal kita pasti mati
Setiap perbuatan kita di dunia akan dihitung lengkap, apakah kebaikan, keburukan yang lebih banyak
Wahai Allah, Engkaulah yang maha tahu kapan ajal akan menjemput kami
Kain kafan mana yang akan dililitkan di tubuh ini,
Juga liang lahat mana yang kami akan huni
Wahai Allah ijinkanlah kami memiliki sisa umur yang benar, ampunilah andaikata selama ini kami menghianatimu
Jadikan harta yang engkau titipkan benar benar dapat menjadi cahaya dalam kubur kami kelak
Jadikanlah sholat sholat kami menjadi pendamping kami ya Allah
ORANG TUAKU ....
Kita tidak tahu akan berapa lama lagi kita bisa menatap wajah ibu bapak kita
Andaikata ibu bapak kita sudah terbungkus kafan
Tidak ada lagi wajah yang bisa ditatap
Tidak ada lagi tangan yang bisa kita cium
Tidak ada lagi oleh oleh yang bisa kita bawakan
Tidak ada lagi sapaan yang bisa kita tunggu
Tidak ada lagi doanya untuk kita
Andai ibu bapak kita sudah berada di liang lahat maka tidak pernah lagi kita melihat lagi mereka dirumah
Andai tanah sudah menimbun jasadnya
Jangan sia siakan ibu bapak kita
Sampai kapanlah kita akan melukai hatinya,
seburuk apapun keadaannya darah dagingnya melekat pada tubuh kita
Solehkanlah yang orang tuanya yang belum soleh
Muliakan yang orang tuanya terhina
Saudaraku kenanglah kebaikan orang tua kita
Dimana gerangan di akhirat keluarga kita berkumpul, adik, kakak, apakah kita kan kumpul di surga
berjumpa dengan Rosul Allah atau cerai berai di neraka
Ya Allah utuhkan keluarga kami di dunia ini mulia, utuhkanlah keluarga kami di surgaMu mulia
Ya Allah karuniakan kepada kami hati yang penuh cinta, cinta kepadamu ya Allah, dan golongkanlah
hati ini menjadi hati yang selalu rindu ingin berjumpa dengan Mu
DOAKU ....
Ya Allah kami mohon berikanlah hari ini menjadi hari ampunan bagi segala dosa dosa kami,
Ampun ya Allah..., Ampunilah kami ya Allah ...
Ampuni sekelam apapun masa lalu kami,
Hapuskanlah segala kotornya aib aib kami
Ampuni apabila kami sering tidak ridho dengan takdir Mu ya Allah
Ampuni segala kezaliman kami, terhadap orang tua kami
Ya Allah, selamatkan orang tua kami, jadikan tetesan keringatnya,
Air matanya, darahnya jadi jalan
Kemuliaan bagi dunia dan akhirat
Sayangi ibu bapak kami ya Allah....
Golongkan kami menjadi anak yang tahu balas budi
Lapangkan kuburnya ya Allah 3x, ringankan hisabnya, Amin
KESIMPULAN
Saudaraku, sebaik baiknya manusia adalah manusia yang selalu ingat mati
dan paling mempersiapkan diri kita untuk mati dan
selalu berfikir hari ini adalah hari yang terakhir kita
Luruskan niat dan berbuatlah yang terbaik setiap saat,
jangan pernah sia siakan satu kejadianpun kecuali
harus membawa manfaat bagi dunia dan akhirat
Ya Allah berikan kesempatan untuk memberikan
yang terbaik dalam hidup ini berguna bagi dunia
dan bermanfaat bagi akhirat
Kita songsong malaikat maut dengan amalan yang utama
Selamat berjuang saudaraku sekalian untuk mengarungi sisa umur ini
Semoga kita diberi kesempatan untuk mempersembahkan yang terbaik dan
kita berjumpa dihadapan Allah kelak di Surga amin ya robbal alamin,
hidup untuk mempersembahkan yang terbaik berguna untuk dunia &
bermanfaat bagi akhirat, Selamat berjuang ....
Langganan:
Postingan (Atom)