Selasa, 17 Januari 2012

Seandainya kita hidup di zaman Rasulullah...

Sahabat, pernah gak sih membayangkan, seandainya kita hidup sezaman dengan Rasulullah SAW? Mungkinkah kita orang-orang yang sangat dekat dengan Nabi? Atau justru kita orang-orang yang selalu menentang Nabi? Mungkinkah kita orang-orang yang selalu terdepan membela agama Allah yang dibawa Rasul? Ataukah orang-orang yang paling depan menentang Nabi?
Jikalau dengan izin Allah, kita terlahir di zaman Rasul, dengan kadar keimanan kita yang seperti ini, mungkinkah kita akan menjadi salah satu sahabat Nabi? Mungkinkah salah satu jamaahnya Nabi? Atau salah satu kader terpercayanya Nabi? Ataukah salah satu panglima perang yang luar biasa hebatnya? Atau hanya sekedar manusia biasa, yang hidup di zaman Nabi, tanpa sedikitpun menggoreskan tinta emas sejarah peradaban dunia?
Jikalau kita menjadi salah satu dari sahabat nabi, dengan keimanan kita yang seperti ini, ada di bagian manakah kita? Seberapa istiqomahkah kita bisa menjalani satu kebaikan, seperti yang dicontohkan para sahabat Nabi Abu Bakar, yang benar, membenarkan dan dibenarkan... Mengapa? Karena teguh untuk yakin pada apa yang berasal dari Allah, dan dibawa Rasulullah, yang keimanannya luar biasa.
"Andaikan iman seluruh manusia ditimbang dengan keimanan seorang Abu Bakar, niscaya lebih berat iman seorang Abu Bakar." Subhanallah... orang yang sangat dicintai Nabi, jikalau Nabi boleh mengambil kekasih selain Allah, maka iapun akan mengangkat Abu Bakar sebagai kekasihnya.
Atau seperti Umar bin Khattab, sang Al Faruq, ia sosok yang tak pernah menyembunyikan perasaannya. Jujur pada dirinya dan pada Allah, jujur pada manusia. Keras, tak kenal takut, bahkan setanpun lari ketika bertemu dengannya. Beliau juga yang mengantarkan perang-perang besar, dakwah yang terang-terangan. "Bukankah kita berada di atas kebenaran? Bukankah mereka diatas kebathilan?" Ia keras, sangat keras, namun ada suatu saat ia manusia terlembut, yaitu saat memimpin.
Ataukah seperti Utsman, Utsman Dzun Nurain atau lebih dikenal dengan Utsman bin Affan, si pemalu berakhlak mulia, yang malunya tak hanya pada manusia, tapi ia lebih malu terhadap Allah. Mandinya Utsman takkan dilakukan kecuali dalam keadaan pintu rumah terkunci, semua lubang ditutup di kamar yang paling terkendali dan terkunci, dalam sebuah bilik rapat di kamar itu, dan dipasang selubung kain yang tinggi. Itupun Utsman tidak bisa menegakkan punggungnya karena rasa malu. Ia malu jika nikmat-nikmat Allah tak bisa ia nafkahkan di jalanNya. Ia malu, jika ia kenyang namun penduduk Madinah ditimpa paceklik. Maka 1000 unta penuh muatan ia bagikan gratis kepada penduduk. (emm, kapan ya para pemimpin kita seperti ini?)
"Tidak akan membahayakan Utsman," sabda sang Nabi, "Apapun yang dia lakukan hari ini," dan Utsmanpun semakin merasa malu. Sampai di sini, adakah kita pantas menjadi salah satu sahabat Nabi?
Atau seperti Ali yang ceria? Seorang pemuda yang luar biasa, yang menggantikan tidur Rasulullah ketika terjadi kepungan. Atau seperti pedang Allah yang terhunus, Khalid bin Walid, yang memang hanya hapal sedikit ayat, namun luka di tubuhnya karena perang membela agama Allah, kelak akan menjadi saksi? Bagaimana dengan Abdurrahman bin Auf yang diberkahi dalam shodaqoh dan simpanannya. Atau bagaimana dengan Thalhah? Seorang perwira, yang menjadi perisai hidup Nabi, yang di tubuhnya ada 70 sayatan pedang, hujaman tombak dan tusukan panah. Maka jadilah ia seorang syahid yang berjalan di muka bumi. Masya Allah...
Ah... kurasa, masih banyak para pejuang dan sahabat Nabi di masa itu yang tak kalah luar biasanya. Lalu ada di mana kita? Masya Allah, kita dilahirkan di zaman ini, zaman dimana Rasul telah menjadi sebuah sejarah dunia yang luar biasa, yang keagungannya tak terbantahkan. Yang akhlaknya dapat mudah kita dengar di mana-mana. Di mana orang-orang yang mencintainya mudah kita temukan, yang sejak lahir ke duniapun kita sudah dikenalkan dengan beliau melalui kedua orangtua kita.
Tapi, jangan khawatir sobat... mungkin kita tidak ada apa-apanya dengan sahabat Nabi pada zaman itu. Tapi dengarlah dialog Nabi dengan para sahabat yang begitu menyejukkan hati. Dikutip dari tafsir Al Kabir, karya Al-Fakhr al-Razi:
“Menurut kalian, siapa yang imannya paling menakjubkan (man a’jabakum imanan)?"
Para sahabat menjawab, "Para malaikat, Ya Rasulullah."
Nabi berkata: "Bagaimana mungkin para malaikat tak beriman, padahal mereka berada di samping ‘arasy Tuhan?"
Para sahabat berkata: "Kalau begitu, para nabi Ya Rasulullah.
Nabi menjawab: "Bagaimana mungkin para nabi tak beriman, padahal kepada mereka turun wahyu Tuhan.
Kata para sahabat: "Kalau begitu, kami ya Rasulullah, kami sahabatmu."
Nabi bersabda, "Bagaimana mungkin kalian tak beriman, padahal aku berada di tengah-tengah kalian. Telah kalian saksikan apa yang kalian saksikan."
Menurut hadis ini, mungkin sebagian sahabat beriman karena menyaksikan mukjizat dan peristiwa-peristiwa agung yang menyertai kenabian Rasulullah Saw. Al-Fakhr al-Razi dalam tafsir Al-Kabir, meneruskannya dengan mengabarkan sabda Nabi:
“Yang paling menakjubkan imannya adalah mereka yang datang setelah kalian. Mereka yang beriman kepadaku padahal aku tidak berada di tengah mereka. Mereka yang mengimaniku tanpa pernah berjumpa denganku, yang mengikuti ajaranku seraya merindukanku. Duhai betapa aku merindukan mereka (diulang sampai tiga kali). Merekalah saudara-saudaraku.
Para sahabat berkata, “Bukankah kami ini saudaramu juga, Ya Rasulullah?”
Nabi menjawab: “Antum Ashhabi. Kalian adalah sahabat-sahabatku. (Sedangkan) Merekalah saudara-saudaraku."
Subhanallah... Mungkinkah yang disebut Nabi adalah kita? Orang yang hidup setelah zaman Nabi. Yang begitu mencintai Rasul, padahal tak sekalipun pernah bertemu Yang begitu merindukan beliau, padahal tak pernah sekalipun bertatap muka dengan beliau. Yang sangat mencintai sunnah-sunnah beliau, tanpa ada sedikitpun keraguan dalam hatinya. Benarkah kita yang disebut?
Coba tanyakan pada hatimu. Seberapa besar kita mencintai Rasul. Seberapa besar kita merindukan Rasul, sehingga Rasulpun merindukan kita. Insya Allah... Sebuah rindu yang tiada bertepi pada Rasul Muhammad saw.
Sedikit renungan, dalam mencapai kasih sayang Allah dan Rasul...
Semoga bermanfaat...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar